BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pertumbuhan (growth), Kematangan (maturation), Belajar (learning),
dan Latihan (exercises) serta Keterkaitannya dengan Perkembangan
1. Pertumbuhan
(growth)
Pertumbuhan (growth)
merupakan sebuah istilah yang banyak digunakan dalam biologi, sehingga
pengertiannya lebih bersifat biologis.
Ada beberapa pendapat tentang definisi dari
pertumbuhan, diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Menurut
C.P. Chaplin (2002) mengartikan bahwa pertumbuhan sebagai satu pertambahan atau
kenaikan dalam ukuran dari bagian-bagian tubuh atau dari organisme sebagai suatu keseluruhan.
b. Menurut
A.E. Sinolungan (1997) pertumbuhan menunjuk kepada perubahan kuantutatif yaitu
yang dapat dihitung atau dikur, seperti panjang atau berat tubuh.
c.
Menurut Ahmad Thonthowi (1993)
pertumbuhan sebagai perubahan jasad yang meningkat dalam ukuran (size) sebagai akibat dari adanya
perbanyakan (multiplication) sel-sel.
Berdasarkan
pendapat-pendapat tentang definisi pertumbuhan di atas dapat disimpulkan bahwa Pertumbuhan adalah konteks perkembangan merujuk
perubahan-perubahan yang bersifat kuantitatif, yaitu peningkatan dalam ukuran
dan struktur, seperti pertumbuhan badan, pertumbuhan kaki, dan organ-organ
tubuh lainnya. Jadi, pertumbuhan lebih cenderung kepada pertumbuhan fisik yang
bersifat meningkat, menetap, kemudian mengalami kemunduran sejalan dengan
bertambahnya usia.
Istilah pertumbuhan dan perkembangan berbeda, pertumbuhan
lebih menunjuk pada kemajuan fisik atau pertumbuhan tubuh yang melaju sampai
pada suatu titik optimum dan kemudian menurun menuju pada keruntuhannya. Sedangkan
perkembangan adalah lebih menunjuk pada kemajuan mental atau perkembangan
rohani yang melaju terus sampai akhir hayat.
2. Kematangan
(maturation)
Istilah kematangan yang dalam bahasa Inggris disebut
dengan, maturation sering dilawan
dengan immaturation, yang artinya
tidak matang. Istilah kematangan juga sering digunakan dalam biologi, yang
menunjuk pada keranuman atau kemasakan.
Ada beberapa pendapat tentang pengertian kematangan,
diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Menurut
Chaplin (2002) kematangan itu sebagai :
a) Perkembangan,
proses mencapai kemasakan atau usia masak
b) Proses
perkembangan, yang dianggap berasal dari keturunan atau merupakan tingkah laku
khusus spesies (jenis, rumpun).
b. Menurut
Myers (1996) mengartikan kematangan sebagai “biological growth processes that
enable orderly in behavior, relatively
uninfluenced by experience”.
c. Menurut
Zigler dan Stevenson (1993) kematangan adalah “The orderly physiological
changes that occur in all species over time and that appear to unfold according
to a genetic blueprint”
d. Menurut
Davidoff (1998) kematangan lebih menunjuk pada munculnya pola perilaku tertentu
yang bergantung pada pertumbuhan jasmani dan kesiapan susunan saraf.
Berdasarkan
pengertian dari beberapa pendapat dapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa,
kematangan itu merupakan suatu potensi yang dibawa oleh setiap individu sejak
lahir, timbul dan bersatu dengan pembawaannya serta turut mengatur pola
perkembangan setiap tingkah laku individu. Dengan demikian, kematangan tidak
dapat dikategorikan sebagai faktor keturunan atau pembawaan karena kematangan
ini merupakan suatu sifat tersendiri yang umum dimiliki oleh setiap individu
dalam bentuk dan masa tertentu.
3. Perubahan
Perkembangan mengandung perubahan-perubahan, tetapi
bukan berarti setiap perubahan bermakna perkembangan. Perubahan tidak dapat
mempengaruhi suatu proses perkembangan seseorang dengan cara yang sama.
Perubahan perkembangan memiliki tujuan agar dapat
memungkinkan orang yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana ia
hidup. Untuk mencapai tujuan ini dapat diperlukan realisasi diri atau yang
biasanya disebut dengan “aktualisasi diri” merupakan faktor yang sangat
penting. Tujuan ini dapat dianggap sebagai suatu dorongan untuk melakukan suatu
tindakan yang tepat, untuk menjadi manusia yang seperti diinginkan baik secara
fisik maupun psikis.
4. Belajar (Learning)
Belajar adalah
kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam
setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Menurut Hintzman dalam
bukunya The Psychology of Learning and memory berpendapat Belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam
organisme (manusia atau hewan) disebabkan oleh pengalamn yang dapat
mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut. Sedangkan menurut Wittig dalam
bukunya Psychology of Learning mendefinisikan belajar ialah perubahan
yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam/keseluruhan tingkah laku
suatu organisme sebagai hasil pengalaman. Belajar
yaitu Perubahan-perubahan dalam perkembangan individu, selain dapat terjadi
karena kematangan, juga dapat terjadi karena belajar. Menurut Morgan “Belajar
adalah setiap perubahan tingkah laku yang relatif menetap yang terjadi sebagai
suatu hasil dari latihan atau pengalaman” (M.Ngalim Purwanto, 1993:84).
Berdasarkan beberapa pernyataan dan definisi tentang
belajar seperti disajikan di atas, dapat Anda simpulkan bahwa belajar adalah
perubahan tingkah laku pada diri individu yang bersifat relatif permanen dan
terjadi sebagai hasil pengalaman.
Ada beberapa karakteristik yang terkandung dalam
pengertian belajar, yaitu:
a. Pengertian
belajar meliputi proses dan hasil.
b. Sebagai
suatu proses, belajar merupakan suatu upaya disengaja yang berlangsung pada
diri individu yang terjadi melalui pengalaman.
c. Proses
belajar menghasilkan perubahan tingkah laku pada diri individu. Perubahan-perubahan
tingkah laku sebagai hasil belajar meliputi berbagai aspek kepribadian, baik
fisik maupun psikhis, seperti perubahan mengenai pengetahuan, pemahaman,
kebiasaan, keterampilan, sikap, dsb.
d. Perubahan-perubahan
tingkah laku sebagai hasil belajar sifatnya relative manetap atau permanen.
Beberapa faktor yang mempengaruhi proses belajar,
diantaranya:
a.
Faktor
dari dalam diri individu (Internal)
a)
Faktor
Jasmaniah
b)
Faktor
Kesehatan
Proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatan
seseorang terganagu. Badan yang kurang sehat akan mengakibatkan kurangnya
semangat dalam belajar pusing atau mengantuk.
c)
Faktor
Cacat Tubuh
Faktor cacat tubuh sangat mempengaruhi belajar seseorang
misalnya buta, tuli, bisu, atau pincang. Upaya yang harus kita tempuh untuk
membantu dengan cara memberikan alat khusus untuk mengatasi kecacatannya. Selain
itu mereka juga di sekolahkan dilembaga pendidikan yang khusus. Guru harus
membangkitkan semangat belajar dan rasa percaya diri kepada mereka dengan
pendekatan-pendekan khusus.
d)
Faktor
Psikologis
1)
Intelegensi,
merupakan kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan situasi yang baru dengan
cepat dan efektif. Orang yang mempunyai intelegensi yang tinggi lebih mudah
belajar dari pada yang tingkat intelegensi yang rendah.
2)
Motif,
merupakan daya penggerak atau pendorong untuk berbuat
3)
Minat,
merupakan kecenderngaan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenag beberapa
kegiatan. Minat itu selalu diikuti dengan perasaan dengan yang akahirnya
memperoleh kepuasan.
4)
Emosi,
faktor emosi sangat mempengaruhi balajar anak. Emosi yang mendalam membutuhkan
situasi yang cukup tenang.
5)
Bakat,
merupakan kemampuan untuk belajar misalnya seseorang yang memeiliki bakat
mengajar akan lebih mudah memahami teori-teori yang berhubungan cara mengajar
atau ilmu memgajar dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki bakar
kematangan.
6)
Kesiapan,
merupakan kesdiaan untuk memberi respon.
e)
Faktor
Kelelahan
1)
Faktor
kelelahan jasmani, yaitu tampak pada lemah lunglainya badan dan berkecenderungan
tubuh, misalnya karena kelaparan
2)
Faktor
kelelahan rohani dapat dilihat dengan Adanya kebosanan sehingga minataa untuk menghasilkan
sesuatu hilang.
b.
Faktor-Faktor
Eksternal
a)
Faktor
Keluarga
Faktor
keluarga merupakan faktor yang sangat mempengaruhi proses belajar anak karena
lebih banyak berinteraksi didalam keluarga daripada di sekolah. Keluaraga
merupakan lembaga pendidikan yang pertamaa dan utama. Yang termasuk faktor
keluarag adalah cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana
rumah tangga, dan keadaan ekonomi keluarga.
b)
Faktor
Sekolah
Faktor-faktor
sekolah yang dapat mempengaruhi proses
belajar anak adalah kurikulum, keadan gedung, waktu sekolah, alat plajaran,
metode mengajar, hubungan antara guru dengan siswa, dan hubungan antaraa siswa
dengan siswa.
5.
Latihan
(exercises)
Latihan
adalah suatu kegiatan untuk memperbaiki kemampuan kerja seseorang dalam
kaitannya dengan aktivitas belajar. Latihan membantu peserta didik dalam
memahami suatu pengetahuan praktis dan penerapannya, guna meningkatkan
keterampilan, kecakapan, dan sikap yang diperlukan oleh pendidikan dalam usaha
mencapai tujuannya.
Empat
istilah konsep perkembangan yakni, pertumbuhan (growth),kematangan (maturtion),
belajar (learning), dan Latihan (exercise). Secara konseptual empat istialah
ini mempunyai persamaan dan perbedaan, persamaannya adalah : pada keempat
istilah tersebut terjadi perubahan (changes) sedangkan letak perbedaannya terdapat pada perubahan pada
pertumbuhan yang bersifat kuantitatif,
sedangkan pada kematangan, belajar, dan latihan lebih bersifat kualitatif. Perubahan
pada pertumbuhan dan kematangan lebih bersifat alamiah sedangkan perubahan pada
belajar dan latihan lebih bersifat disengaja dan bertujuan.
Perubahan-perubahan yang terjadi baik sebagai pertumbuhan, kematangan, belajar, maupun latihan itulah yang disebut: perkembangan (development). Perubahan ini dapat terjadi pada setiap periode perkembangan sepanjang organisme hidup. Oleh karena itu perkembangan dapat didefinisikan sebagai perubahan sepanjang waktu (change over time) baik sebagai pertumbuhan, kematangan, belajar, maupun sbg hasil latihan. Dengan demikian psikologi perkembangan dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari perubahan perilaku organism sepanjang hayat.
Perubahan-perubahan yang terjadi baik sebagai pertumbuhan, kematangan, belajar, maupun latihan itulah yang disebut: perkembangan (development). Perubahan ini dapat terjadi pada setiap periode perkembangan sepanjang organisme hidup. Oleh karena itu perkembangan dapat didefinisikan sebagai perubahan sepanjang waktu (change over time) baik sebagai pertumbuhan, kematangan, belajar, maupun sbg hasil latihan. Dengan demikian psikologi perkembangan dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari perubahan perilaku organism sepanjang hayat.
B.
Definisi
Perkembangan (development) serta Implikasinya dalam Pendidikan
Kehidupan
individu dimulai sejak masa konsepsi (conception period), yaitu saat bertemunya
sel yang berasal dari ayah (sperma) dengan sel telur yang berasal dari ibu
(ovum). Dalam proses pertumbuhan/perkembangannya, individu mengalami interaksi
(saling pengaruh mempengaruhi) antara kemampuan dasar/pembawaan dengan
lingkungan (proses belajar) dan kematangan.
Para ahli psikologi dan pendidikan, mengakui bahwa
perkembangan individu sejak dalam kandungan sampai meninggal dunia, mengalami
proses menurut hukum waktu yang satu sama lain tidak sama cepat atau lambatnya
, fase-fase kepekaanya dan sebagainya, akan tetapi bagaimanapun juga perkembangan
itu merupakan proses yang bersifat integral sebagai manusia seutuhnya.
Sebenarnya banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan individu tersebut tapi dari sekian banyak faktor itu dapat
dikelompokan kedalam 3 faktor besar yaitu pembawaan, lingkungan, dan
kematangan.
Para
ahli psikologi dan ilmu pendidikan, tidak ada kesatuan pendapat dalam
memberikan pengertian atau definisi tentang perkembangan. Menurut ahli biologi
kata “perkembangan” dimaksudkan untuk menunjukan perubahan-perubahan dalam
bentuk/bagian tubuh dan integrasi berbagai bagiannya kedalam suatu keadaan
fungsional bila pertumbuhan itu berlangsung. (E. Usman Effendi dan Juhaya S.
Praja, 1984:48)
Perkembangan pada seorang anak adalah terjadinya
perubahan yang bersifat terus-menerus dari keadaan sederhana ke keadaan yang
lebih lengkap, lebih kompleks, dan berdiferensiasi. Perkembangan yang dimaksud adalah
perubahan-perubahan yang dialami individu atau organisme menuju tingkat
kedewasaan atau kamatangan yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan
berkesinambungan, baik menyangkut fisik maupun psikis.
Para
ahli yang beraliran nativisme berpendapat bahwa perkembangan individu
semata-mata tergantung pada factor dasar atau pembawaan. Tokoh utama aliran
natavisme yang terkenal adalah Scopenhauer.
(Bandi, 2009)
1. Fase
Perkembangan
a. Prenatal
(mulai masa konsepsi s/d 9 bulan)
b. Infancy
(Lahir s/d 10 atau 14 hari)
c. Babyhood
(2 minggu s/d 2 tahun)
d. Childhood
(2 s/d 11 tahun)
e. Adolesence/puberty
(11 s/d 21 tahun)
a) Pre
adult (11 – 13 tahun)
b) Early
adult (16 – 17 tahun)
c) Late
adult (17 – 24 tahun)
2.
Fase Perkembangan (Berdasarkan usia sekolah)
a. Usia
Prasekolah (0 – 6 tahun)
b. Usia
Sekolah Dasar (6 – 12 tahun)
c. Usia
Sekolah Menengah (12 – 18 tahun)
d. Usia
Mahasiswa (18 – 24 tahun)
Manusia pada umumnya berkembang
sesuai dengan tahapan-tahapannya. Perkembangan tersebut dimulai sejak masa
konsepsi hingga akhir hayat. Ketika individu memasuki usia sekolah, yakni
antara tujuh sampai dengan dua belas tahun, individu dimaksud sudah dapat
disebut sebagai peserta didik yang akan berhubungan dengan proses pembelajaran
dalam suatu sistem pendidikan. Cara
pembelajaran yang diharapkan harus sesuai dengan tahapan perkembangan anak,
yakni memiliki karakteristik sebagai berikut :
1) Programnya disusun secara fleksibel dan tidak
kaku serta memperhatikan perbedaan individual anak;
2) Tidak dilakukan
secara monoton, tetapi disajikan secara variatif melalui banyak aktivitas;
3) Melibatkan
penggunaan berbagai media dan sumber belajar sehingga memungkinkan anak
terlibat secara penuh dengan menggunakan berbagai proses perkembangannya (Amin
Budiamin, dkk., 2009:84).
Faktor-faktor Penentu Perkembangan Individu dan Implikasinya
terhadap Pendidikan
Faktor-faktor
penentu perkembangan individu merupakan salah satu masalah yang menjadi
perhatian para ahli psikologi. Hasil studi psikologi sebagai jawaban terhadap
permasalahan tersebut dapat di bedakan menjadi tiga kelompok teori, yaitu
Nativisme, Empirisme dan Konvergensi.
1)
Nativisme
Schoupenhauer adalah salah seorang tokoh teori Nativisme.
Penganut teori Nativisme berasumsi bahwa setiap individu dilahirkan ke dunia
membawa factor-faktor turunan (heredity) yang dibawa sejak lahir yang berasal
dari orang tuanya. Faktor turunan yang dibawa sejak lahir yang berasal dari
orang tuanya itu dikenal pula dengan istilah dasar (nature). Bagi penganut
teori Nativisme bahwa dasar (nature) ini dipandang sebagai satu-satunya penentu
perkembangan individu. Penganut teori Nativisme umumnya mempertahankan
konsepsinya dengan menunjukkan berbagai kesamaan atau kemiripan antara orang
tua dengan anak-anaknya. Contoh: apabila ayahnya terampil melukis, maka
anak-anaknya pun diyakini akan terampil melukis; jika orang tuanya pandai dalam
bidang sains, maka anak-anaknya pun diyakini akan memiliki kepandaian dalam
bidang sains; dsb.
Teori Nativisme memberikan implikasi yang tidak kondusif
terhadap pendidikan. Teori Nativisme tidak memberikan kemungkinan bagi pendidik
dalam upaya mengubah kepribadian peserta didik. Berdasarkan hal itu, peranan
pendidikan atau sekolah sedikit sekali dapat dipertimbangkan untuk dapat
mengubah perkembangan peserta didik. Teori demikian dipandang sebagai teori
yang pesimistis terhadap upaya-upaya pendidikan untuk dapat mengubah atau turut
menentukan perkembangan individu. Teori Nativisme tidak dapat dipertahankan
kebenarannya.Teori Nativisme tidaklah dapat kita diterima, baik sebagai asumsi
dalam ilmu pendidikan maupun dalam praktik pendidikan. Sebab, jika teori
Nativisme kita terima sebagai suatu asumsi, jika kita menerima sebagai sesuatu
kebenaran bahwa perkembangan individu semata-mata tergantung pada dasar, maka
konsekuensinya bahwa sekolah sepantasnya dibubarkan saja. Para orang tua, para
guru dan siapapun tidak perlu melakukan pendidikan, sebab pendidikan dipandang
tidak akan berfungsi untuk dapat mengubah keadaan anak, anak akan tetap sesuai
dasar yang dimilikinya. Namun demikian, hal tersebut bertentangan dengan
realitas yang sesungguhnya, karena terbukti bahwa sejak dulu hingga sekarang
para orang tua dan para guru, baik di rumah maupun di sekolah, mereka mendidik
anak-anak/siswa-siswanya karena pendidikan itu terbukti merupakan salah satu
faktor yang sangat penting dan harus dilakukan dalam rangka membantu anak/siswa
agar berkembang ke arah yang di harapkan. Dengan demikian, teori Nativisme
tidak dapat dipertahankan dan tidak dapat dipertanggungjawabkan, sehingga tidak
perlu diadopsi secara keseluruhannya.
2)
Empirisme
John Locke dan J.B. Watson adalah tokoh teori Empirisme.
Sebagai penganut Empirisme Locke dan Watson menolak asumsi Nativisme. Penganut
Empirisme berasumsi bahwa setiap anak dilahirkan ke dunia dalam keadaan bersih
ibarat papan tulis yang belum ditulisi. Individu lahir ke dunia tidak membawa
ide-ide bawaan. Penganut Empirisme meyakini bahwa setelah kelahirannya, faktor
penentu perkembangan individu ditentukan oleh factor lingkungan/pengalamannya.
Faktor penentu perkembangan individu yang diyakini oleh penganut empirisme
dikenal pula dengan istilah ajar (nurture). Perkembangan individu tergantung
kepada hasil belajarnya sedangkan faktor penentu utama dalam belajar sepenuhnya
berasal dari lingkungan. Dengan demikian, mereka tidak percaya kepada faktor
turunan atau dasar (nature) yang dibawa sejak lahir sebagai penentu
perkembangan individu. Sebaliknya, mereka meyakini pengalaman/lingkungan atau
ajar (nurture) itulah satu-satunya factor penentu perkembangan individu.
Implikasi teori
Empirisme terhadap pendidikan yakni memberikan kemungkinan sepenuhnya bagi
pendidik untuk dapat membentuk kepribadian peserta didik; tanggung jawab
pendidikan sepenuhnya ada di pihak pendidik. Teori Empirisme memberikan implikasi yang bersifat
optimistis terhadap pendidikan untuk dapat sepenuhnya mempengaruhi atau
menentukan perkembangan individu seperti apa yang diharapkan pendidik.
Berdasarkan uraian di atas, dapat Anda pahami bahwa para
penganut teori Empirisme begitu optimis dengan pendidikan sebagai upaya yang
dapat diandalkan dalam rangka membentuk individu/siswa. Sebagaimana dikemukakan
Sumadi Suryabrata (1990:187-188) bahwa “Jika sekiranya konsepsi Empirisme ini
memang benar, maka kita akan dapat menciptakan manusia ideal sebagaiman kita
cita-citakan asalkan kita dapat menyediakan kondisi-kondisi yang diperlukan
untuk itu. Tetapi kenyataan membuktikan hal yang berbeda daripada yang kita gambarkan
itu”.
3)
Teori
Konvergensi
Tokoh teori Konvergensi antara lain
William Stern dan Robert J.Havighurst. Mereka berasumsi bahwa perkembangan
individu ditentukan oleh dasar (nature) atau faktor turunan (heredity) yang
dibawa sejak lahir maupun oleh factor ajar (nurture) atau
lingkungan/pengalaman. Misalnya, Havighurst menyatakan bahwa "karakteristik
tugas perkembangan pada masa bayi dan anak kecil adalah biososial. Sebab,
perkembangan anak adalah berdasarkan kematangan yang berangsur-angsur dari
organ tubuhnya (biologis), dan berhasil tidaknya dalam tugas perkembangan itu tergantung
kepada lingkungan sosialnya. Penelitian yang dilakukan beberapa ahli juga
menunjukkan bahwa perkembangan individu dipengaruhi oleh interaksi dengan cara
yang kompleks dari faktor hereditas dan factor lingkungan.
Implikasi teori
Konvergensi terhadap pendidikan yakni memberikan kemungkinan bagi pendidik
untuk dapat membantu perkembangan individu sesuai dengan apa yang diharapkan,
namun demikian pelaksanaannya harus tetap memperhatikan faktor-faktor hereditas
peserta didik: kematangan, bakat, kemampuan, keadaan mental,dsb. Kiranya teori konvergensi inilah
yang cocok kita terapkan dalam praktek
pendidikan.
C.
Prinsip-Prinsip
Perkembangan serta Implikasinya dalam Pendidikan
1.
Menurut William Stern
William Stern merupakan pencetus teori
konvergensi yang bertumpu pada teori sebelumnya, yaitu teori empirisme
(dipengaruhi pengalaman) dan teori
empirisme (dipengaruhi lingkungan) yang kurang realistis. Karena kenyataannya
keturunan yang baik saja tanpa adanya pengaruh lingkungan pendidikan yang baik
dan maksimal tidak akan dapat membina kepribadian yang ideal. Lebih tepatnya
teori konvergensi ini menyatakan kecerdasan
itu bukan hanya dipengaruhi oleh pengalaman saja tetapi juga bisa
dipengharuhi oleh faktor lingkungan pendidik sekitar. Teori konvergensi ini
juga mengatakan bahwa walaupun manusia berasal dari pembawaan yang sama, namun
dipengaruhi oleh lingkungan.
Sebagai contoh, dapat dikemukakan bahwa anak yang normal,
menurut bakat dan pembawaannya memiliki sifat-sifat untuk berbicara. Namun
demikian, untuk berbicara tersebut mereka mendengar kata-kata dan kalimat
bahasa dalam pergaulan dengan alam sekitarnya. Seorang anak keturunan Inggris
yang baru lahir dan dibesarkan di Indonesia, serta dipelihara oleh orang Indonesia
dan dalam pemeliharaan sehari-harinya menggunakan bahasa Indonesia, tidak
mungkin bisa berbahasa Inggris, karena pendidikannya termasuk pergaulan
sehari-harinya, tidak memberikan kesempatan untuk berbicara bahasa Inggris.
Seorang anak yang lahir dalam keadaan
tuli, walaupun alat-alat bicaranya cukup baik dan menurut pembawaannya manusia
itu adalah makhluk yang dapat berbicara, karena kesempatan berbicara untuk
belajar terganggu (alat pendengarannya rusak), ia tidak mungkin dapat berbicara
dan mengenal bahasa.
2. Menurut J. L.
Moreno
Moreno memiliki kedudukan yang khas
dalam sejarah psikologi perkembangan. Dia menolak adanya pandangan bahwa pandangan anak-anak itu
semata-mata tergantung pada kenyataan pada diri mereka yang masih lemah
dan pengaruh lingkungan. Sebaliknya menurut Moreno, bahwa ada kesempatan bagi
setiap anak untuk memilih sendiri jalan perkembangannya. Dengan
demikian, dasar perkembangan manusia itu berada pada diri masing-masing ketika
dalam usia anak-anak. Atas dasar pandangan ini, kata Moreno, maka pendidikan
punya kemungkinan untuk dilaksanakan.
3.
Menurut
Jean Piaget
Piaget adalah orang yang paling banyak memperhatikan
perkembangan anak-anak hingga usia 7 tahun. Ia memandang bahwa pada setiap anak
terdapat dua faktor, yaitu pengenalan dan perasaan. Keduanya berguna untuk
penyesuaian ruhani terhadap lingkungan. Katanya pula bahwa dalam ruhani anak
terdapat fungsi pikiran. Akan tetapi, kecakapan berpikir secara logis tidak dibawa anak secara lahir. Kecakapan berpikir baru timbul setelah ia
mencapai taraf perkembangan tertentu.
4.
Menurut
Montessori
Menurut Montessori setiap fase
perkembangan itu mempunyai arti biologis. Prinsip montessori terkenal dengan
sebutan masa peka, menurutnya masa peka merupakan masa pertumbuhan ketika suatu
fungsi jiwa mudah sekali dipengaruhi dan dikembangkan. Masa ini hanya datang
sekali seumur hidup, sehingga masa ini harus digunakan sebaik-baiknya maka
fungsi-fungsi jiwa akan mengalami kelainan/abnormal, dan akan mempengaruhi
perkembangan selanjutnya.
Masa peka antara anak yang satu dengan
anak yang lainnya tidah mudah untuk di ketahui, karena hal ini memerlukan
penelitian yang seksama melalui berbagai percobaan. Misalnya, untuk menentukan apakah
seorang anak sudah mengalami masa peka bagi pembuatan kerajinan tangan tertentu
dan lain-lain. Suatu gejala kepekaan seharusnya diselidiki dengan percobaan, yaitu apakah anak tersebut
sudah tampak terarah minatnya pada suatu fungsi tersebut apa belum.
5.
Menurut
J. B. Watson dan Pavlov
Keduanya menyatakan bahwa perkembangan
itu pada hakikatnya merupakan kumpulan dari sejumlah refleks yang karena sudah
terlatih sedemikian rupa hingga akhirnya membentuk tingkah laku seseorang yang
bersifat konstan, atau bisa diartikan sebagai gerak spontan yang bersifat
otomatis. Inilah
yang menurutnya disebut dengan refleks wajar yang masih murni, yang asli dibawa
sejak lahir. Setelah mendapat latihan dan pembiasaan, lalu disebut dengan
refleks bersyarat. Jadi, menurutnya, perkembangan merupakan proses terbentuknya
refleks wajar menjadi refleks bersyarat. (Baharuddin,2010:74)
6.
Prinsip Kesatuan Organisme
Prinsip ini berbunyi bahwa anak
merupakan suatu kesatuan fisik dan psikis dan satu kesatuan dari komponen
tersebut. Antara fisik dan psikis satu sama lain saling mempengaruhi. Setiap
komponen tidak berkembang sendiri-sendiri tetapi dipengaruhi terhadap komponen
yang lain. Jadi dalam proses pembelajaran hendaknya melibatkan semua komponen
agar hasil belajar yang didapat bisa maksimal. Jika salah satu komponen
terganggu maka komponen yang lain akan terganggu pula. Contohnya, jika anak sakit
maka proses pembelajaran juga akan terganggu, apa yang disampaikan guru tidak
akan terserap dengan baik oleh memori anak.
7.
Prinsip Predistinasi
Predistinasi
berarti nasib atau takdir. Setiap manusia percaya terhadap nasib atau takdir,
meskipun terdapat perbedaan penafsiran mengenai takdir ini sesuai dengan agama
dan kepercayaan masing-masing. Tetapi pada umumnya semua umat beragama mengakui
bahwa segala yang terjadi pada diri mereka tidak lepas dari takdir sang maha
kuasa.
Berdasarkan
prinsip ini berarti seberapa sempurnanya pembawaan, bakat dan sifat-sifat
keturunan, serta betapapun baiknya lingkungan dan sarana pendidikan anak, tidak
akan berlangsung perkembangan yang diharapkan jika tidak ada izin dari maha
kuasa.
8.
Prinsip Tempo dan irama (ritme)
Perkembangan
Setiap anak
mempunyai laju kecepatan yang berbeda-beda, yakni ada yang cepat, sedang, dan
ada pula yang lambat. Tempo perkembangan seorang anak dapat dipercepat tetapi
tidak dapat dipaksakan. Misalnya, orang tua yang mengajari anaknya untuk
menulis, membaca, dan berhitung padahal anak tersebut belum sekolah. Dan ketika
anaknya sekolah tidak diberi kesempatan untuk bermain-main karena senantiasa
harus belajar. Hal seperti ini dapat mempercepat perkembangan akal anak tetapi
tindakan orang tua tersebut tidaklah tetap.
Selain memiliki
tempo, perkembangan juga berlangsung sesuai dengan ritmenya. Prinsip ritme ini
berlaku bagi setiap manusia. Proses perkembangan tidak selalu dialami perlahan-lahan
dengan urutan yang teratur, melainkan melalui gelombang-gelombang besar dan
kecil yang silih berganti. Ada kalanya laju perkembangan berjalan cepat tetapi
pada waktu berikutnya sedikitpun tidak tampak kemajuan. Sehubungan dengan
perkembangan cepat atau lambat ini, anak dapat dibedakan atas tiga golongan,
yaitu:
a.
Anak yang perkembangannya berlangsung
mendatar, dan maju secara berangsur-angsur.
b.
Anak yang cepat sekali berkembang pada
waktu kecilnya, tetapi sesudah besar perkembangannya semakin berkurang/lambat.
c.
Anak yang lambat perkembangannya pada
waktu kecil tetapi semakin besar semakin cepat kemajuannya.
Tempo dan irama perkembangan anak ditentukan dari
kemampuan dasar mereka. Semakin tinggi kemampuan dasar mereka maka semakin
cepat pula tempo dan irama perkembangannya. Jadi, peran lingkungan sangat
dibutuhkan disini agar dapat memberi pengaruh yang tepat untuk tahap
perkembangan anak.
9.
Prinsip Kontinuitas
Menurut prinsip
kontinuitas perkembangan berlangsung secara terus menerus dan berkseinambungan.
Perkembnagna periode awal pada diri anak dapat mempengaruhi perkembangan
selanjutnya. Apabila anak dapat menguasai kemampuannya dengan sempurna pada
periode awal maka pada periode berikutnya akan dapat dikuasai. Dan jika pada
periode sebelumnya tidak tercapai dengan sempurna maka pada periode selanjutnya
bisa jadi anak sulit untuk menguasai perkembangan berikutnya. Bahkan ada
kemungkinan tidak diperoleh sama sekali. Oleh karena itu pendidik harus
menghindari terjadinya hal-hal yang dapat mengganggu tercapainya kemampuan
perkembangan anak.
10. Prinsip
Kesamaan Pola
Prinsip ini
mengemukakan bahwa perkembangan manusia mengikuti pola perkembangan umum yang
sama. Maksud prinsip ini adalah manusia mengiktui pola perkembangan yang sama.
Misalnya, manusia pada umur 6-7 tahun pada umumnya telah masuk sekolah. Prinsip
ini mempunyai beberapa implikasi dalam melaksanakan pendidikan, yaitu:
a.
Pendidikan dapat dilaksanakan secara
klasikal terhadap anak yang berumur sama dalam situasi normal.
b.
Dapat dilaksanakan keseragaman
pendidikan untuk anak tingkat tertentu.
c.
Dapat disediakan alat-alat tertentu
yang dapat digunakan dari generasi ke generasi selanjutnya.
Dari beberapa
pendapat para ahli diatas mengenai prinsip-prinsip perkembangan penyusun dapat
menyimpulkan bahwa perkembangan manusia itu, timbul dari kepribadian seseorang yang bisa
memilah-milah, perkembangan tersebut tidak bisa di pandang satu sisi melainkan
dua sisi yaitu jasmani dan rohani yang mana perkembangan itu merupakan
kumpulan reflek yang perlu di bimbing
dan dipengaruhi dari lingkungannya sehingga akhirnya membentuk manusia yang mempunyai
tingkah laku yang baik.
bella-perkembanganpesertadidik.blogspot.com